5 Hal Penting tentang Seksualitas (Panduan Orangtua)

Hari ke-7


Kelompok 7 (Presentasi Kamis, 11 Januari 2018)
1.    Virniati Agustina
2.    Winarsih
3.    Windi Andriastuti
4.    Yella Meisha Indika

Setiap anak terlahir dengan fitrahnya masing-masing. Tugas kita sebagai orang tua adalah membangkitkan fitrah yang dimilikinya, agar fitrah-fitrah tersebut dapat berkembang dengan optimal.
Pendidikan fitrah seksualitas tentu berbeda dengan pendidikan seks. Seks adalah perbedaan tubuh laki-laki dan perempuan (jenis kelamin). Sedangkan hal-hal yang berkaitan dengan seks disebut seksualitas
Fitrah seksualitas adalah bagaimana seseorang berpikir, merasa, dan bersikap, sesuai dengan identitas seksualnya, yaitu laki-laki atau perempuan.
Memulai pendidikan fitrah seksualitas ini pun pada awalnya tidak langsung mengenalkan anak pada aktivitas seksual. Terdapat 5 hal yang harus diketahui orang tua mengenai pendidikan fitrah seksualitas, apakah saja 5 hal tersebut?

PERTAMA, mengapa pendidikan fitrah seksualitas menjadi penting?
1.     Agar anak tumbuh menjadi pribadi yang memiliki seksualitas yang sehat dan benar.
2.     Agar anak paham mengenai tubuhnya terutama alat vitalnya dan bagaimana cara menjaga kebersihan dan kesehatannya. Anak juga menghargai organ seksual orang lain sehingga diharapkan anak tidak menjadi pelaku pelecehan seksual terhadap anak lain.
(sumber : line Sehat Indonesiaku)
3.     Anak memahami bahwa hanya orang-orang tertentu yang boleh menyentuh alat vital. Serta anak mengetahui apa saja yang harus dilakukan jika ada orang lain yang berniat jahat kepadanya.
4.     Anak mendapatkan informasi tentang seksualitas dari sumber yang jelas dan terpercaya, sehingga menghindari anak dari memperoleh informasi yang salah mengenai seks dan juga menghindari anak dari keingitahuan yang berlebihan ketika anak remaja/dewasa.
5.     Membuat anak percaya diri dan menghargai diri sendiri.
6.     Anak memiliki keseimbangan antara emosional dan rasional.
7.     Salah satu kewajiban orang tua ialah menyiapkan anak memasuki masa puber.
8.     Anak memiliki pemahaman peran dan kewajiban ketika dewasa (penguatan konsep gender)

KEDUA, ada tiga tujuan utama yang ingin dicapai pada pendidikan fitrah seksualitas ini, yaitu:
1.  Membuat anak mengerti tentang identitas seksualnya.
Anak bisa memahami bahwa dia itu laki-laki atau perempuan. Orang tua mengenalkan organ seksual yang dimiliki oleh anak. Ada baiknya dikenalkan dengan nama ilmiahnya, misalnya vagina pada perempuan atau penis pada laki-laki. Mengapa? Hal ini untuk menghindarkan pada pentabuan, karena selama ini pembicaraan seputar seksualitas dianggap tabu oleh masyarakat. Hal yang tabu ini bisa mendorong anak untuk mencari-cari secara sembunyi-sembunyi, dan pada akhirnya akan memulai datangnya masalah penyimpangan seksual pada anak.
Orang tua harus menjadi pihak pertama yang secara jujur dan terbuka dalam menyampaikan hal yang berkaitan dengan organ seksual anak. Sehingga anak akan mampu dengan jelas memahami identitas seksualnya.

2.  Membuat anak mengenali peran seksualitas yang ada pada dirinya.
Anak mampu menempatkan dirinya sesuai peran seksualitasnya. Seperti cara berbicara, cara berpakaian atau merasa, berpikir, dan bertindak. Sehingga anak akan mampu dengan tegas menyatakan "saya laki-laki" atau "saya perempuan".

3.  Mengajarkan anak untuk melindungi dirinya dari kejahatan seksual.
Ketika anak sudah lancar berbicara dan mulai beraktivitas dengan peer group-nya di luar rumah, maka orang tua perlu mengajarkan tentang area pribadi tubuhnya. Area pribadi tubuh adalah bagian tubuh yang tidak boleh dipegang oleh orang lain, kecuali untuk pemeriksaan atau untuk dibersihkan. Hanya orang tua ataupun dokter yang boleh memegang area pribadi ini. Ada empat area pribadi yaitu anus, kemaluan, payudara, dan mulut.

KETIGA, bagaimana tahapan pendidikan fitrah seksualitas?
Tahap Pra Latih (0-6 tahun)                                  :
ü  Usia 0-2 tahun, merawat kelekatan (attachment) awal.
Pada usia ini anak perempuan dan laki-laki harus dekat dengan ibunya, karena terdapat proses menyusui. Ini tahap membangun kelekatan dan cinta. Menyusui bukan sekedar memberi ASI. Artinya ketika menyusui ibu memberikan perhatian secara penuh kepada anaknya. Tidak melakukan aktivitas lainnya saat menyusui. Pada tahap ini pula, anak mengalami fase oral, yaitu ketika anak menikmati menghisap puting susu ibu.
Tahapan-tahapannya:
   Seperti membiasakan mengganti pakaian anak dalam ruang tertutup. Meski belum bisa merespon, kebiasaan sederhana ini membantu anak menghargai tubuhnya sendiri dan orang lain.
   Selalu meminta izin ketika kita ingin mengganti celana atau popoknya.
ü  Usia 3-6 tahun, menguatkan konsep diri berupa identitas gender.
Di usia ini anak harus dekat dengan kedua orang tuanya. Sosok ayah dan ibu harus hadir agar anak memiliki keseimbangan emosional dan rasional. Kedekatan kedua orang tua akan membuat anak secara imaji mampu membedakan sosok laki-laki dan perempuan, dan pada akhirnya anak akan bisa menempatkan dirinya sesuai seksualitasnya. Pada tahap ini pula, anak mengalami fase anal dan fase phallic. Orang tua dapat menggunakan praktik “toileting”, sebagai sarana menumbuhkan fitrah seksualitas berupa penguatan konsep diri atau identitas gendernya.
Di fase anal, anak merasa nikmat saat mengeluarkan feses dari anus. Orang tua dapat memberikan penjelasan kepada anak tentang organ tubuh dan bagaimana cara membersihkannya agar tidak luka, lecet, dan menjaganya tetap bersih. Selanjutnya, di fase phallic, anak mulai tertarik memegang alat kelamin. Untuk itu, orang tua harus dapat menjawab pertanyaan anak dengan benar dan disesuaikan dengan tingkat pemahan anak.
Tahapan-tahapannya:
   Mengenalkan perbedaan laki-laki dan perempuan.
   Menanamkan moral dan kesopanan sesuai dengan nilai- nilai kepercayaan yang dianut.
   Menjelaskan tentang “underware rules” dan cara melindungi diri dari orang asing.



 Tahap Pre Aqil Baligh 1 (7-10 tahun) :
Ini tahap menumbuhkan identitas menjadi potensi. Dari konsepsi identitas gender menjadi potensi gender. Dari keyakinan konsep diri sebagai lelaki dan sebagai perempuan, menjadi aktualisasi potensi diri sebagai lelaki atau potensi diri sebagai perempuan pada sosialnya.
Pada usia ini anak laki-laki lebih didekatkan kepada ayah. Mengapa? Karena usia ini egosentris anak bergeser ke sosiosentris. Ayah membimbing anak lelakinya untuk memahami peran sosialnya. Caranya bisa mengajak anak untuk mengikuti shalat berjamaah di masjid, melakukan kegiatan pertukangan bersama, atau menghabiskan waktu di bengkel. Selain itu, ayah juga yang harus menjelaskan tentang “mimpi basah” dan fiqh kelelakian, seperti mandi wajib, peran lelaki dalam masyarakat, konsep tanggung jawab aqil baligh, pokok aqidah ketika anak lelakinya menjelang usia 10 tahun.
Begitupula sebaliknya, di usia ini anak perempuan lebih didekatkan pada ibunya. Ibu membangkitkan sisi kewanitaan dan keibuan anak. Misalnya memberi pengetahuan akan pentingnya ASI (Air Susu Ibu), agar kelak anak perempuan akan melaksanakan tugas menyusuinya dengan baik, mengajarkan tentang pentingnya pendidikan bagi seorang ibu karena seorang ibu haruslah terdidik, sebab ibu adalah sekolah pertama bagi anak-anaknya, melibatkan anak dalam mempersiapkan hidangan yang begizi bagi keluarga, dan ibu menjadi tempat pertama yang menjelaskan tentang konsekuensi adanya rahim bagi perempuan.
Di usia ini juga anak mengalami fase seksual yang disebut dengan fase genital, yaitu ketika anak mulai tertarik pada lawan jenis. Untuk itu, orang tua perlu mengajarkan adab-adab seperti menjaga pandangan dan interaksi dengan teman yang berbeda jenis kelamin.
Tahapan-tahapannya :
   Mengenalkan tentang tanda- tanda pubertas dan cara menghadapi.
   Memberi rambu- rambu yang jelas bergaul dengan lawan jenis.
   Penjelasan soal sels yang berbau ilmiah tunggu anak sampai bertanya. Jika anak sudah bertanya berarti logikanya n sampai dan segera jelaskan dengan bahasa yang mudah di mengerti anak.
   Hindari kata kiasan yang justru menghambat anak memahaminya.

Tahap Pre Aqil Baligh 2 (11-14 tahun) :
Usia ini adalah puncak perkembangan fitrah seksualitas. Pada usia ini anak laki-laki akan mengalami mimpi basah, sedangkan anak perempuan akan mengalami menstruasi. Mereka juga mulai memiliki ketertarikan pada lawan jenis.
Setelah fitrah seksualitas kelelakian dari anak lelaki dianggap tuntas bersama ayahnya, kini saatnya anak lelaki lebih didekatkan kepada ibunya, agar dapat memahami perempuan dari cara pandang seorang perempuan atau ibunya. Anak lelaki harus memahami “bahasa cinta” perempuan lebih dalam, karena kelak dia akan menjadi suami dari seorang perempuan yang juga menjadi ibu bagi anak-anaknya.
Begitupula sebaliknya, setelah fitrah seksualitas keperempuanan dari anak perempuan dianggap tuntas bersama ibunya, kini saatnya anak perempuan lebih didekatkan kepada ayahnya, agar dapat memahami lelaki dari cara pandang seorang lelaki. Anak perempuan harus memahami “bahasa seorang lelaki” secara mendalam, karena kelak dia akan menjadi istri dari seorang lelaki yang juga menjadi ayah dan imam bagi keluarganya.

KEEMPAT, metode mengajarkan tentang fitrah seksualitas kepada anak:
1.     Meniru. Anak meniru tingkah laku orang tua sejak dini, sehingga pembagian peran antara ibu dan bapak harus jelas.
2.     Indentifkasi. Anak yang menginjak usia sekolah sudah bisa memilah dan mencontoh orang yang mereka kagumi. Orang tua yang menjadi contoh adalah orang tua yang bergender sama dengan anak. Jangan sampai anak mengambil contoh dari luar yang salah.
3.     Pelatihan anak. Dengan pemberian tangggung jawab dan tugas-tugas di rumah, anak semakin paham tentang tugas dan kewajiban mereka sesuai gender.

KELIMA, apa saja bahaya pendidikan fitrah seksualitas yang salah?
1.     Anak salah memahami perannya sesuai gender.
2.     Anak laki-laki menindas anak perempuan atau sebaliknya.
3.     Anak memiliki minat yang tidak sesuai dengan fitrahnya, seperti anak laki-laki senang merias.
4.     Bergaul dengan lawan jenis yang kebablasan.
5.     SSA (Same Sex Atraction) dan LGBT (Lesbian, gay, biseksual dan transgender).

Media Edukasi
1. Video

2. https://steller.co/s/7n8V2gYadZw

Referensi:
ü dr. Boyke Dian Nugroho, SPOG, MARS & dr. Sonia Wibisono, “Adik Bayi Datang dari Mana?”, 2016.
ü Elizabeth B. Hurlock, “Perkembangan Anak Jilid 2”, Erlangga : Jakarta. Edisi ke enam
ü Harri Sentosa, “Fitrah Based Education” ver 2.5
ü Institut Ibu Profesional, “Bunda Sayang : 12 Ilmu Dasar Mendidik Anak”, Gazza Media : Jakarta, 2013.
ü Sinyo, “LGBT : Lo Gue Butuh Tau”, Gema Insani : Jakarta, 2016.
ü Hasil Diskusi Kelompok 7.

Diskusi
1. Bagaimana penjelasan tentang metode mengajarkan fitrah sesksualitas:
1. Meniru
2. Identifikasi
3. Pelatihan Anak??? (Kelompok 1)
Jawab :
1. Meniru
Anak belajar memerankan peran seks dengan meniru, seperti cara bicara, perilaku, minat dan nilai orang yang sering berinteraksi dengan mereka. Apabila mereka melihat peran yang salah seperti ibu yang lebih mendominasi, anak akan cenderung tdak menghargai ayah sebagai kepala keluarga.

2. Identifikasi
Pada tahap ini anak masuk ke hal yg lebih kompleks seperti anak mengidentifikasi peran orangtua dan anak sudah bisa memilih idolanya. Jika anak laki2 mengidolakan ayahnya, dia akan memperlakukan saudara perempuan seperti ayah memperlakukan ibu dirumah begitu juga sebalikny.

3. Pelatihan Anak
Dengan pelatihan anak, anak belajar bertindak, berpikir dan merasa sesuai gendernya. Tugas-tugas yang diberikan disesuaikan dengan gender seperti anak laki-laki mencuci sepeda, menutup dan mengunci pintu dan mengantar jemput. Untuk anak perempuan bisa membantu seperti memasak, mencuci dll

Namun dengn semakin berkembangnya kehidupan, anak laki-laki mengerjakan pekerjaan perempuan seperti memasak dan mencuci, hal ini sebaiknya dijelaskan bahwa mereka hanya membantu ibu atau hobi bukan pekerjaan utama jika kelak mereka dewasa

2. Tahap pre Aqil baligh 7 - 10 thn. Tidak menggunakan kata "kiasan" dalam menjelaskan nya. Maksud & contohnya seperti apa?
Jawaban :
Ada baiknya organ seksual dikenalkan dengan nama ilmiahnya, misalnya vagina pada perempuan atau penis pada laki-laki. Mengapa? Hal ini untuk menghindarkan pada pentabuan, karena selama ini pembicaraan seputar seksualitas dianggap tabu oleh masyarakat. Hal yang tabu ini bisa mendorong anak untuk mencari-cari secara sembunyi-sembunyi, dan pada akhirnya akan memulai datangnya masalah penyimpangan seksual pada anak.
Orang tua harus menjadi pihak pertama yang secara jujur dan terbuka dalam menyampaikan hal yang berkaitan dengan organ seksual anak. Sehingga anak akan mampu dengan jelas memahami identitas seksualnya.
contohnya seperti menggunakan kata burung untuk penis dan dompet untuk vagina.

3. Menurut mba2 udah bener belum aku bilang ke anak-anak cowok mainnya sama cowok & klo cewe sama cewe. Anakku 5 tahun ce maunya bareng sama masnya terus maksudnya main sama teman-teman cowok masnya sering aku larang
Jawab :
Menurut kelompok kami, bermain tidak mengapa bermain dengan lawan jenis, asal anak diberitahukan batasan2 dengan lawan jenis, seperti anak laki2 bermain cenderung yg memacu adrenalin, sedangkan bermain dgn anak perempuan perasaannya yg dikedepankan atau baperan dll Bermain dengan lawan jenis anak akan belajar menghadapi banyak karakter, namun ada batas2an juga dalam bermain agar anak tidak terpengaruh dengan perilaku laki-laki ataupun sebaliknya.
Tanggapan  Fasil Depok Dyah Soehadi :
Ortu sebaiknya juga mempersiapkan mental di depan keluarga/lingkungan. Pengalaman anak saya pernah terkena isk lalu dia teriak "bunda, penisku sakit kalo buat pipis" di tengah acara keluarga. Yang sepuh2 pada berkerut keningnya. Saya dan suami hanya senyum mohon pengertian blio2 ☺


#vhiroespoenyacerita
#harike-7
#Tantangan10hari
#Level11
#KuliahBunsayIIP
#FitrahSeksualitas

Posting Komentar

0 Komentar