Gerobak sayur Bang Saidi |
Tukang sayur bertubuh gelap ini kerap kali bercanda dengan pelanggan. Namun, beberapa minggu ini disela-sela candaanya kerap kali terselip keluahan dengan kondisi beberapa jalan yang diportal. "Sekarang dimana-mana jalanan diportal. Boro-boro bisa masuk, izin manggal aja ga boleh teh . Ngeri korona" ujarnya. Bukankah sayur mayur termasuk komoditi yang boleh masuk ke gang atau perumahan yang di portal atau orang-orang menyebutnya di lockdown? Ternyata tidak seperti itu kenyataannya, dari 12 titik Bang Saidi mangkal di sebuah wilayah, saat ini hanya 3-5 titik Bang Saidi bisa mangkal, sisanya Bang Saidi tidak bisa masuk karena jalanan menuju kesana diportal. Ada sebuah sebuah perumahan yang Bang Saidi bebas masuk, bukan karena jalan itu tidak diportal namun karena Bang Saidi setiap bulan memberi "jatah rokok" kepada penguasa setempat.
Bagaimana penghasilan Bang Saidi jika melihat gerobaknya yang kosong? Ternyata bukan karena banyak pembeli, namun gerobak Bang Saidi banyak kosong karena beliau mengurangi belanja dipasar induk menjadi 50% daripada sebelum ada pandemik ini. Hal ini dilakukan Bang Saidi agar tidak banyak merugikan. Work from home membuat ibu-ibu banyak belanja di gerobaknya aku Bang Saidi namun nominal belanja mereka menurun hampir 50%. Jika ibu-ibu biasa belanja sebesar 50-100ribu saat-saat seperti mereka bisa belanja 20-50rb itupun suka ada yang kasbon karena uangnya kurang. Hal ini membuat Bang Saidi hanya belanja sekedar mengisi gerobaknya saja. Jika hari sudah siang, Bang Saidi kerap kali mengobral dagangannya dengan harga modal agar bisa membawa pulang uang bukan barang yang bisa busuk jika disimpan sampai esok hari.
Kisah Bang Saidi nyaris serupa dengan Bang Subur. Bang Subur bahkan harus berganti pelanggan karena jalan yang biasa Bang Subur lewati hampir semuanya diportal sehingga Bang Subur harus berjalan lebih jauh dan mencari pelanggan baru agar sayur mayur dagangannya bisa habis terjual. "Saya nyasar samapai disini karena tempat saya biasa mangkal pada di lockdown semua" kata Bang Subur sambil tersenyum getir.
Mba Sumi juga memiliki kisah yang nyaris sama. Yang membedakan mba Sumi dengan yang lain adalah mba Sumi membawa serta anaknya yang usia sekolah dasar untuk berdagang keliling. Mba Sumi membawa anaknya bukan tanpa alasan. Selama ini jika mba Sumi berdagang, anaknya belajar di sekolah. "Lah ini bocah kalo dirumah mau sama siapa teh, masa mo nitip tetangga mulu teh" ujar Mba Sumi sambil mengelus kepala anaknya. Masa pandemik ini anak mba Sumi pun mengalami School from Home sehingga satu-satunya solusi saat ini adalah mba Sumi membawa anaknya berjualan jika tidak ada tetangga yang bisa dimintai tolong untuk menitipkan anaknya.
Mereka tidak ingin mengeluh namun kondisi seperti ini membuat lisan mereka berat untuk bersyukur. Doa mereka sederhana, semoga wabah ini segera berakhir agar jalan-jalan yang diportal bisa terbuka lagi dan mereka bisa berjualan dengan normal. Bukan demi rumah mewah, motor baru ataupun membeli AC. Namun demi sekotak susu bayi dan bisa membayar uang sekolah agar anak-anak mereka menjadi lebih pintar dari mereka yang hanya tukang sayur. (vhiroes)
2 Komentar
Kutipan dari bang Saidi, bang subur dan mbak sumi jangan lupa.
BalasHapussiap ka, maaf baru balas ka ilham. Ssaya baca komen kaka kenapa berasa kaka juga mengenal bang Saidi, Bang Subur sama mba Sumi yaks hahahaha
Hapus