Mencari-cari Masalah

Setelah melewati 3 purnama, tidak berasa sampai juga dikelas terakhir Ibu Profesional. Walaupun ini kelas terakhir, puncak dari menimba ilmu dengan ibu Septi langsung, namun sejatinya ini merupakan awal langkah kita menjadi lebih produktif walaupun hanya dari rumah.

Setelah 3 bulan hibernasi, saya merasa kaget ketika kelas Bunda Salihah memasuki masa orientasi. Selama 3 bulan ini saya libur hampir disemua kelas daring sehingga saya harus menyusun dan menulis kembali weekly planner serta jurnal syukur yang sempat terlupakan. 

Setelah menyimak pembukaan kelas oleh Mantika bu Walikota Hexagon City dan kelas orientasi oleh bu Septi kami diminta untuk mengunggah twibbon mahasiswi Bunda Salihah serta memviralkan website www.ibupembaharu.com agar banyak ibu yang terbantu dalam menemukan solusi dalam setiap permasalahan para ibu.

Setelah itu, Rabu malam ibu memberikan materi pertama dalam perkuliahan ini, yaitu Identifikasi Masalah. Kami diminta untuk menuliskan semua masalah yang membuat kami galau, tidur tidak nyenyak serta makan tidak nyaman hahahaha tapi namanya manusia, apalagi emak-emak mustahil jika tidak memiliki masalah. Yang ada kita tidak ngeh apa masalah kita, yang akhirnya kita menumpuk kita malah memiliki banyak utang solusi untuk masalah-masalah kita. 

Dari sekian banyak masalah, mulai dari yang serius sampai masalah-masalah receh saya memilih 4 masalah yang mengganggu hari-hari saya. Walaupun hanya 4 tapi imbasnya akan besar jika tidak segera dicarikan solusi.

Pandemi ini membuat saya banyak membatasi diri, memgingat tinggal dengan mertua yang memasuki usia sepuh serta anak gadis yang tahun ini genap berusia 2 tahun. Pandemik ini merenggut banyak hal dalam hidup. Biasanya kita bebas pergi kemana saja, bebas makan apa saja tanpa memikirkan kesehatan. Bagi orang ekstrovet seperti saya, terlalu lama dirumah malah menguras energi dan semangat hidup saya. Jika tidak mengingat bahaya jika saya atau suami terjangkit virus viral kepada anak dan orangtua, mungkin saya sudah melakukan hal-hal yang saya inginkan seperti makan di restoran, pergi ke tempat wisata serta main ke pusat perbelanjaan walau hanya sekedar jalan-jalan.

Berasa dirumah dalam waktu yang lama dan tidak tahu sampai kapan membuat mood saya seperti roller coaster, naik turun dengan tempo yang cepat. Di satu sisi saya menikmati hari-hari saya dengan mengunjungi ruangan di dalam rumah, namun ada kalanya saya bosan hanya melihat itu-itu saja. Pergi paling jauh hanya ketukang sayur langganan di ujung gang. Marah-marah tanpa alasan sering saya lakukan terutama kepada Zia anak saya, karena 24 jam kami selalu bersama. Akal sehat saya seperti hilang melihat kelakuan anak 2 tahun yang begitu ajaib. Dengan alasan me time saya pun asik dengan gawai dan acap kali lupa waktu. Jika Zia rewel pun senjata andalan saya adalah gawai dan itu ampuh. Namun masalah lain pun timbul, kami berdua seperti kecanduan gawai. Tiada hari tanpa membuka youtube, gosok sambil nonton, masak sambil nonton sampai mau tidur pun sambil nonnton. 

Disaat teman-teman ikut kursus ini itu, pelatihan ini itu sampai ada yang ikut kelas online. Saya masih berkutat dengan channel hiburan receh serta laku anak-anak. Berpuluh-puluh video saya nonton baik tentang masakan, parenting sampai kesehatan tidak ada satupun yang saya praktekkan. Semua menguap seperti air dimusim panas, nyaris tanpa bekas. Rasa iri pun hinggap di hati namun rasa malas lebih kuat menbungkus akal sehat. 

Sebelum pandemi terjadi, saya terbiasa dalam 1 hari mengunjungi 2-3 rumah untuk mengajar les matematika. Saya menikmati peran saya tersebut karena itu membuat saya berjalan-jalan serta bertemu banyak orang dan dibayar pula. Pandemi membuat kita mengekplor teknologi demi mencegah penularan. Sekolah-sekolah pun di laksanakan dengan proses daring untuk menghindari tertularnya virus. Itu yang membuat saya menghentikan kelas sementara waktu. Tetapi banyak murid saya yang kesulitan sekolah daring. Seharusnya saya menangkap ini sebuah peluang namun saya tidak cukup percaya diri untuk melakukannya. Saya akhirnya meliburkan dua pertiga kelas dan mengajar sisanya dengan cara berkunjung ke rumah dengan selalu membawa masker cadangan, handsanitizer pribadi, murid tidak ada yang cium tangan dan bersegera pulang seusai mengajar. Saya terlalu takut tidak bisa mengajar semaksimal saya bertemu langsung. Padahal mungkin ini hanya ketakutan saya saja. 

Jika ditarik benang merah, saya melihat permasalahan saya berkutat dengan penerimaan dan manajemen diri yang berantakan. Saya melihat pandemi ini dari sisi pribadi saya. Padahal bukan hanya saya saja yang harus di rumah. Semua orang juga merasakan hal yang sama. Saya tidak sendiri tapi ada perasaa tidak nyaman yang selalu menghantui. Serta rasa tidak percaya diri yang membuat saya menolak kelas daring dengan alasan Zia belum tidur, padahal ada ayah yang bisa dimintain tolong untuk menjaga Zia selama saya mengajar dan biasanya kelas dilakukan malam hari disaat Zia sudah mulai terlelap. Setidak pecaya diri nya saya sehingga saya mencari berbagai alasan untuk menolaknya. Bismillah semoga 6 bulan ini saya menemukan titik terang dalam setiap permasalahan yang mengganjal ini. Aamiin.


#vhiroespoenyacerita

#ibupembaharu

#bundasalihah

#darirumahuntukdunia

#hexagoncity

#institutibuprofesional

#semestaberkaryauntukindonesia



Posting Komentar

0 Komentar